Toleransi Beragama
40 menit yang lalu
Toleransi Beragama
40 menit yang lalu
Soal Pejabat Muslim Ucapkan Selamat Natal, Begini Kata Ustaz Adi Hidayat
Ustaz Adi Hidayat bicara mengenai polemik ucapan Selamat Natal bagi umat Islam. Setiap Natal selalu timbul pro kontra pembahasan mengenai boleh tidaknya umat Islam mengucapkan Selamat Natal.
Ustaz Adi Hidayat membahas mengenai hukumnya umat Islam mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristiani. Menurut Ustaz Adi Hidayat, dalam Natal ada ibadah umat Kristiani.
Ustaz Adi Hidayat mengatakan dalam Natal ada perayaan ibadah yaitu datang ke gereja melakukan kebaktian.
“Natal tidak berdiri sendiri. Natal ada nuansa ibadahnya,” kata Adi Hidayat.
Karena Natal adalah ibadah, lanjut Ustaz Adi, maka skema toleransi umat Islam adalah membiarkan umat Kristiani beribadah sesuai dengan keyakinanya masing-masing tanpa mencampurinya sedikitpun baik dengan perkataan, atau susana hati tertentu apalagi perbuatan.
“Seperti ikut-ikutan ke gereja misalnya atau menyimak kebaktian atau mengenakan pakaian-pakaian khusus dipahami ibadah di agama tertentu,” ujar Ustaz Adi Hidayat.
Karena itu Ustaz Adi Hidayat berharap tidak ada pemaksaan oleh pusat perbelanjaan bagi karyawan beragama Islam untuk menggunakan pakaian khas Natal.
Lalu membahas mengenai ucapan Selamat Natal, menurut Ustaz Adi Hidayat di Natal ada unsur ibadah dimana berbeda konsepsi Ketuhanannya dengan Islam, lau ada unsur penyembahan dan peribadahan.
“Kalo kita ucapkan (Selamat Natal) ada pengakuan di situ. Sementara komitmen La ilaha illallah adalah tidak menuhankan kecuali hanya Allah saja. Jadi kalo ada konsepsi bertentangan dengan La ilaha illallah kita mesti tolak,” jelas Adi Hidayat.
Ustaz Adi Hidayat, setiap pemeluk agama itu harus meyakini agamanya yang paling benar. Bentuk toleransinya ujar dia, adalah dengan membiarkan pemeluk agama lain beribadah.
بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّحِيْمِ
للَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
وَ بَعْدُفَاءِنَّا وَ الحَمْدُللهِ قَدْ رَضِينَا بِااللهِ ربًّ وَ بِالاْ ءِسْلاَمِ دِينَا وَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَ رَسُو لاً، وَبِا لْقُرْاَنِ إِمَا مَا، وَ بِا لْكَعْبِةِ قِبْلَةً. وَ بِا لْمُؤْ مِنِيْنَ إِخْوَا نَا وَ تَبَرَأْنَامِنْ كُلِّ دِينٍ يُخَالِفُ دِينَ الاْءِسْلاَمِ وَ أَمَنَّابِكُلِّ كِتَابٍ أَنْزَلَهُاللهُ وَ بِكُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ اللهُ وَ بِمَلاَءِكَةِ اللهِ، وَ بِلْقَدَرِ خَيرِهِ وَ شَرِّ هِ، وَ بِلْيُوْمِ اْلاءَ خِرِ وَ بِكُلِّ مَا جَا ءَ بِهِ مُحَمَّدٍ رسول الله صليعليه و سلم عَنِ اللهِ، عَلَى ذَلِكَ نَحْيَا وَ عَلَيْهِ نَمُوْتُ وَعَلَيهِ نُبْعَثُ إِنْ شَِا ءَ اللهُ مِنَ اْلاَمِنِيْنَ الَّذِينَ لاَخَوْفٌ عَلَيهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ.
Konon ada Sebuah percakapan diantara 2 org muslim :
Bro: “Bray…”
Bray: “Ape bro?”
Bro: “Jangan bawa-bawa agama deh bray kalo ngomongin capres 2024…”
Bray: “Apanya?”
Bro: “Ya semuanyalah. Elu mah dikit-dikit bawa agama, dikit-dikit bawa agama, sampe-sampe urusan nyoblos aja masih aja bawa-bawa agama.”
Bray: “Gitu ya bro?”
Bro: “Iya, ribet bray! Makanya udah gak usah bawa-bawa agamalah bray.”
Bray: ”Ya udah, tapi tolong kasih tau, ini Islam agama gue mesti ditaro dimana?”
Bro: “Maksudnya?”
Bray: “Iya, tolong kasih tau gue, mesti ditaro mana ini Islam?”
Bro: “Maksudnya gimana bray? Gue gak ngerti.”
Bray: “Iya, kan lo suruh gue jangan bawa-bawa agama kan? Nah gue bingung bro. Kalo gue gak boleh bawa-bawa agama, Islam mesti gue taro mana? Soalnya Islam mengatur dari mulai gue bangun tidur sampai mau tidur lagi. Bangun tidur diatur, masuk kamar mandi diatur, berpakaian diatur, mau makan diatur, keluar rumah diatur, berpergian diatur, bertetangga diatur, berbisnis diatur, bahkan sampai urusan mau indehoy ama bini aja diatur.
Bahkan lagi bro, sorry banget nih ya bro, urusan cebok aja ada aturannya! Yang lebih heran lagi bro, itu aturan malah sampe ada doanya segala bro. Bayangin, sampai semuanya ada doanya! Lengkap banget! …” ..Apalagi urusan memilih pemimpin bro . !!! Islam aja sdh larang memilih Pemimpin Kafir ..
Hening …
Bray: “Makanya dalam semua urusan, akhirnya gue bawa-bawa Islam. Nah, kalau gue sekarang gak boleh bawa-bawa agama, sok atuh kasih tau KAPAN dan DIMANA gue bisa lepasin agama Islam gue?”
Bro: “Errr… Gak gitu-gitu amat kali bray…”
Bray: “Iya gue juga tadinya mikir gitu bro. Gak perlu gitu-gitu amatlah. Tapi lama-lama gw perhatikan justru itulah bedanya Islam. Islam itu ya emang gitu bro. Gak cuma ritual yang diatur, tapi cara hidup. Islam memang hadir untuk mengatur hidup kite sebagai manusia bro. Emang lo gak mau hidup lo jadi lebih bener bro?”
Bro: “Err … mmmh …. Ya mau sih bray…”
Bray: “Nah! Kalo gitu mesti mau dong diatur ama Islam. Kan lo udah syahadat, agamalo islam lah? Jangan cuma lahir, nikah bahkan mati baru lo pake tu Islam, giliran soal2 hidup dan kehidupan yang udah diatur sama Islam, kagak lo pake, muna itu bro..."
Bro: “Ya tapi gak usah jadi fanatik gitulah bray, serem dengernya…”
Bray: “Harusnya gimana bro?”
Bro: “Ya diem-diem ajalah. Masing-masing aja. Kan Allah lebih tau gimana cara gw ber-Islam. Iya kan?”
Bray: “Iya sih….”
Bro: “Nah iya kan?”
Bray: “ Tapi kebayang ya bro?”
Bro: “Kebayang apa bray?”
Bray: “Iya, kalo Islam memang hanya untuk diem-diem aja, untuk masing-masing pribadi aja, bukan untuk dishare ke orang lain, kira-kira bakal sampe gak ya hidayah Islam ke kita sekarang? Kalo dulu Nabi Muhammad ber-Islam sambil diem-diem aja, buat sendirian doang, bakal nyampe gak ya Islam ke kita bro?”
…. Hening lagi ….
Bro: “Bray …”
Bray: “Ya bro?”
Bro: “Gue cabut dulu ya, kapan-kapan kita ngobrol lagi. Daaaah…”
Bray: “Loh koq buru-buru bro? Ya udah hati-hati ya bro, Islamnya tetap dibawa... jangan ditinggal di sini ya.... "
#BawalahIslamKemanaMana
AKHLAK YANG MULIA
"Akhlak yang mulia adalah, merendahkan diri kamu ketika memiliki kedudukan yang tinggi, menampakkan kecukupan ketika kamu berada di dalam kekurangan dan juga hidup sederhana ketika kamu memiliki kekayaan"
GAJI KHALIFAH UMAR BIN KHATAB رضي الله عنه
Suatu hari Sayyidina Ali Bin Abu Tholib رضي الله عنه, Talhah رضي الله عنه dan salah satu Sahabat lain-nya mendatangi Hafsah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا, putri Sayyidina Umar Bin Khatab رضي الله عنه yang juga salah satu Istri Rasulullah ﷺ. Maksud kedatangan ke tiga sahabat Rasulullah ﷺ itu adalah untuk mengusulkan agar gaji Umar رضي الله عنه sebagai Khalifah (Presiden) di naikkan, karena gaji yang sekarang di terima oleh Umar رضي الله عنه di pandang terlalu kecil, untuk menyampaikan langsung pada Umar رضي الله عنه ke tiga sahabat ini merasa takut jika Umar رضي الله عنه nanti malah marah, maka ketiga sahabat Nabi ﷺ tersebut menemui Hafsah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا dan meminta tolong agar Hafsah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا-lah yang menyampaikan usulan tersebut kepada Umar رضي الله عنه Sang Khalifah waktu itu.
Salah satu alasan usulan untuk menaikkan gaji Khalifah. Ini lantaran melihat kondisi setiap kali menerima tamu negara, Umar رضي الله عنه tidak pernah berpakaian yang mewah.
Benar saja, ketika Hafsah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا menyampaikan usul ketiga sahabat Rasulullsh ﷺ tersebut, Wajah Umar Bin Khatab رضي الله عنه langsung merah padam menahan marah,
Sayyidina Umar رضي الله عنه pun berkata :
“Siapa ya Hafsah yang berani-beraninya mengusulkan gaji-ku sebagai Khalifah supaya di tambah, biar orang itu aku tempeleng ?” tanya Umar رضي الله عنه dengan nada keras.
Hafsah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا-pun menjawab “Aku akan mengatakan-nya siapa orang itu, tapi aku ingin tahu lebih dulu bagaimana pendapat engkau sebenarnya dengan usulan itu”, jawab Hafsah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا dengan tenang.
.
“Wahai Hafsah,
Engkau sebagai istri Rasulullah ﷺ ceritakan padaku, bagaimana Rasulullah ﷺ dulu sewaktu masih hidup dan menjabat sebagai Khalifah”, kata Umar رضي الله عنه selanjutnya.
.
Hafsah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا -pun menerangkan dengan senang hati, Selama aku mendampingi Rasulullah ﷺ sebagai salah satu istri, Beliau ﷺ sebagai seorang Khalifah (Presiden), Rasulullah ﷺ hanya mempunyai dua stel baju, berwarna biru dan merah, Rasulullah ﷺ-pun hanya mempunyai selembar kain kasar ( terpal ) sebagai alas tidur,
Beliau ﷺ akan melipat kain itu menjadi empat lipatan sebagai bantal tidur jika musim panas tiba dan Beliau ﷺ akan menggelar kain tersebut serta di sisakan sedikit buat bantal untuk tidur jika musim dingin tiba.
.
Aku pernah mengganti alas tidur Rasulullah ﷺ dengan kain yang halus untuk tidur, esok harinya aku di tegur Beliau ﷺ : ” Wahai Hafsah Istriku, janganlah kau lakukan lagi mengganti alas tidurku seperti kemarin, hal itu hanya akan melalaikan orang untuk bangun tengah malam untuk melaksanakan sholat malam bermunajat pada ALLAH ﷻ”, aku-pun tidak berani lagi lakukan hal itu lagi sampai Beliau ﷺ wafat”.
.
Teruskan ceritamu ya Hafsah, pinta Umar رضي الله عنه dengan penuh perhatian.“Rasulullah ﷺ setiap hari hanya makan roti dari tepung yang amat kasar di campur dengan garam jika pas ada dan di celupkan minyak, Padahal Beliau ﷺ punya hak dari baitul Mall, tapi Beliau ﷺ tidak pernah mengambilnya dan mempergunakan-nya, semuanya di bagikan pada fakir miskin” tutur Hafsah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا selanjutnya.
“Aku pernah pagi-pagi menyapu remukan roti di kamar, oleh Rasulullah ﷺ remukan roti tersebut
di kumpulkan dan di makan dengan lahap-nya, bahkan Beliau ﷺ berniat untuk membagikan
pada orang lain” begitu tutur Hafsah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا menutup ceritanya.
.
Kata Umar رضي الله عنه,
Wahai Hafsah sekarang dengarlah olehmu, jika ada tiga sahabat yang akan mengadakan
suatu perjalanan dengan tujuan yang sama dan jalan yang harus di tempuh itu harus sama,
mana mungkin jika ada salah satu sahabat itu menempuh jalan yang lain akan bisa bertemu
pada satu tujuan, Rasulullah ﷺ telah sampai pada tujuan itu, Abu Bakar رضي الله عنه Insya Allah juga telah sampai pada tujuan itu dan sekarang telah berkumpul kembali dengan Rasulullah ﷺ karena Abu Bakar رضي الله عنه menempuh jalan yang sama dengan yang dulu di tempuh oleh Rasulullah ﷺ . Sekarang diriku masih dalam perjalanan belum sampai tujuan, apakah mungkin aku akan menempuh jalur lain sehingga mengakibatkan aku tidak akan sampai tujuan dan berkumpul dengan Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar رضي الله عنه ?
.
Tidak, aku sekali-kali TIDAK akan menerima tawaran itu, karena hal itu tidak pernah di lakukan oleh Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar رضي الله عنه
dan akupun tidak akan menggunakan hak-ku dari baitul mall untuk kepentingan diriku, semuanya telah aku serahkan untuk kepentingan fakir miskin.
.
Sumber:
Disarikan dari sebuah kisah di Tarikh At-Thabari jilid I
*ISLAM atau Arab?*
Tulisan ini untuk mengajak umat muslim Indonesia lebih kritis dalam memahami tentang "ISLAM dan ARAB' dengan kebudayaannya, sehingga kita tidak terperangkap dalam kesesatan pemikiran yang sempit tentang
*I S L A M*
1. Menjadi Muslim berbeda dengan menjadi orang Arab, maka "ISLAMISASI" jelas-jelas berbeda dengan "ARABISASI".
2. Islam itu bukan ajaran Arab, walaupun :
» Al-Qur'an berbahasa Arab,
» dan Nabi Muhammad dari kaum Arab.
Islam itu 'Jalan Hidup', 'Prinsip Hidup' bukan keyakinan orang Arab.
3. Faktanya...
» Turunnya ajaran Islam justru 'ditentang' oleh kaum Arab di masa itu karena Islam datang mengubah
» Tradisi,
» Keyakinan,
» Kebiasaan jahiliyah orang-orang Arab.
4. Islam datang kepada kaum Arab membawa 'Tatanan yang Baru' sama sekali, baik dalam hal
» Tradisi,
» Kebiasaan,
» Akhlak,
» Hukum,
» dan juga Cara Hidup.
5. Perlu dicatat... !
Karena Al-Qur'an dan Nabi Muhammad berbahasa Arab, maka 'Bahasa Arab' juga tidak bisa dipisahkan dari 'Agama Islam' karena Kitab Sucinya adalah berbahasa Arab.
6. Juga sebuah kewajaran bahwa Agama Islam awalnya disebarkan oleh orang Arab karena memang agama Allah yang pamungkas ini berasal dari sana.
7. Mengenai tokoh-tokoh besar Agama Islam ini adalah orang Arab itu pun wajar saja, karena merekalah kaum awal yang beragama Islam.
8. Jadi bisa dikatakan :
» Arab belum tentu Islam,
» dan Islam tidak harus Arab,
» yang jelas Islam itu pasti berdasarkan
"Al-Qur'an
dan
As-Sunnah"
9. Juga salah besar, bila dikatakan bhw "Islamisasi sama dengan Arabisasi", lantas menolak Islamisasi dengan dalih,
"Ini Indonesia, bukan Arab"
10. Apa bedanya?
Jelas beda sekali, menjadi Arab atau bukan Arab itu adalah 'TAKDIR', sedangkan mengambil Islam atau mengabaikannya, itu adalah 'PILIHAN'
11. Islam itu ya Islam!!!
Tidak perlu ada pandangan :
"Disana Islam Arab,
disini Islam Nusantara",
ini pandangan yang mungkin niatnya baik tetapi justru berpotensi
"MEMECAH BELAH ISLAM". Sebaiknya dihindari.
12. Islam itu ya Islam!!!
Panduannya Kitabullah dan Sunnah, Khulafaur Rasyidin dan juga Tabiin, Tabiut Tabiin, Ulama Salaf, apapun Madzhabnya.
13. Adapun menjadi Muslim, tidak berarti meninggalkan budaya lokal.
» Bila bertentangan dengan Islam tinggalkan saja...
» dan bila tidak silahkan dilanjutkan.
14. Apa standar meninggalkan dan melanjutkan budaya setelah jadi Muslim?
Ya AQIDAH, bila bertentangan dengan Aqidah, ya mutlak harus ditinggalkan.
15. Misalnya seperti budaya
» Membuka Aurat,
» Menyembah pohon,
ya harus tinggalkan.
Beda dengan
» Arsitektur,
» Aneka Makanan (halal),
ya boleh dilanjutkan.
16. Islam masuk ke Cina, arsitektur masjid mirip pagoda, boleh saja tetapi sembahyang leluhur dengan hio, ya ditinggalkan, itu contohnya.
17. Islam masuk ke Indonesia, maka batik tetap lestari, bahkan menyerap nilai Islam, boleh saja tetapi menyembah batu dan patung harus dihapuskan.
18. Dalam Islam mudah saja, selama tidak dilarang syariat, amalkan saja. Namun bila sudah ada larangan syariat, maka :
*Islam yang harus*
*diutamakan*
19. Maka di dalam Islam, semua produk (fisik atau non-fisik) selain Aqidah, boleh saja diadopsi termasuk teknologi juga karena termasuk "produk non-aqidah".
20. Kita mencukupkan diri pada Kitabullah dan Sunnah, itu yang terbaik.
21. Kesimpulannya...
» Belajarlah Islam,
» Kaji terus Islam, jangan berhenti,
» Taati Allah dan Rasulullah semata,
» karena kita akan kembali kepada-Nya.
22. Kesimpulan lain, jadi Muslim kamu
» gak harus pakai sorban,
» gak harus berjubah,
» yang jelas Pikiranmu, Lisanmu, Amalanmu,
Harus berpedoman pada Quran-Sunnah
23. Jangan sampai terbalik,
» kamu pakai sorban,
» pakai sarung,
» mengenakan peci, jubah,
tetapi pola pikirmu dan referensimu liberal, jauh dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
24. Lebih bagus kamu memakai
» Batik,
» Kemeja,
» Kaos,
» Celana,
lalu setiap kamu mikir, lisan, amal, semua berdalil :
"Kitabullah
dan
Sunnah".
25. Lebih bagus lagi, kamu memakai peci, memakai sarung, mengenakan sorban, berjubah dan semua pikiran, lisan, amalmu, azasnya Kitabullah dan Sunnah, itu.
Jadi di dalam Agama Islam
*Aqidah dan Akhlak-lah* yang harus diutamakan... bukan simbol..
Semoga menggugah qolbu kita...
Aku masukkan mayit ini ke lobang landak dengan Nama Allah dan atas ajaran agama Rasululah SAW.
Ya Allah, keluarga dan kerabatnya telah menyerahkan mayit ini kepadaMu. dia telah bepisah dengan orang orang yang dicintainya, dia telah keluar dari kesenangan dan keluasan dunia menuju kegelapan dan kesempitan kubur.
Dia telah datang kepadaMu dan Engkau sebaik baiknya Tuhan yang di hampiri mayit ini. Kami Yakin seyakin yakinnya, jika Engkau akan menyiksa mayit ini, maka tentu karena dosa yang dilakukannya, namun, jika Engkau memafkannya, maka Memang Engkaulah Tuhan Yang Maha Pemaaf dan Pengampun.
Ya Allah, terimalah segala amal baiknya, ampunilah segala kesalahannya, lindungilah dia dari adzab kubur, jagalah dia dari siksaanMu dengan semata mata rahmat dan kasih sayangMu Ya Arhamarrohimiin. Aamiin
KISAH KELUARGA RASULULLAH SAW DI HARI RAYA 'IDUL FITRI
MATA RASULULLAH SAW PUN BERLINANG.
Pada saat malam Takbiran, Sayyidina Ali ibn Abi Thalib terlihat sibuk membagi-bagikan gandum dan Kurma. Beliau bersama istrinya, Sayyidah Fathimah az-Zahra, Sayyidina Ali menyiapkan tiga karung gandum dan dua karung Kurma. Terihat, Sayyidina Ali memanggul gandum, sementara istrinya Sayyidah Fatimah menuntun Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein. Mereka sekeluarga mendatangi kaum fakir miskin untuk disantuni.
Esok harinya tiba Shalat ‘Idul Fitri. Mereka sekeluarga khusyuk mengikuti Shalat jama’ah dan mendengarkan khutbah. Selepas khutbah ‘Id selesai, keluarga Rasulullah Saw itu pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri.
.
Sahabat beliau, Ibnu Rafi’i bermaksud untuk mengucapkan selamat ‘Idul Fitri kepada keluarga putri Rasulullah Saw. Sampai di depan pintu rumah, alangkah tercengang Ibnu Rafi’i melihat apa yang dimakan oleh keluarga Rasulullah itu.
Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein yang masih balita, dalam ‘Idul Fitri makanannya adalah gandum tanpa mentega, gandum basi yang baunya tercium oleh sahabat Nabi itu.
Seketika itu Ibnu Rafi’i berucap Istighfar, sambil mengusap-usap dadanya seolah ada yang nyeri di sana. Mata Ibnu Rafi’i berlinang butiran bening, perlahan butiran itu menetes di pipinya.
Kecamuk dalam dada Ibnu Rafi’i sangat kuat, setengah lari ia pun bergegas menghadap Rasulullah Saw.
Sesampainya tiba di depan Rasulullah, “Ya Rasulullah, ya Rasulullah, ya Rasulullah, putri baginda dan cucu baginda,” ujar Ibnu Rafi’i. “Ada apa wahai sahabatku?” tanya Rasulullah.
“Tengoklah ke rumah putri baginda, ya Rasulullah. Tengoklah cucu baginda Hasan dan Husein.”
“Kenapa keluargaku?”
“Tengoklah sendiri oleh baginda, saya tidak kuasa mengatakan semuanya.”
Rasulullah Saw pun bergegas menuju rumah Sayyidah Fatimah. Tiba di teras rumah, tawa bahagia mengisi percakapan antara Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah dan kedua putranya.
Mata Rasulullah pun berlinang. Beliau menangis melihat keluarga putri tercinta dan dua cucunya yang hanya makan gandum basi dihari Raya Idul Fitri...
Di saat semua orang berbahagia, di saat semua orang makan yang enak-enak. Keluarga Rasulullah Saw penuh tawa bahagia dengan hanya makan gandum yang baunya tercium tak sedap.
“Ya Allah, Allahumma Isyhad...Ya Allah, Allahumma Isyhad... (Ya Allah saksikanlah, saksikanlah) Di hari ‘Idul Fitri keluargaku makanannya adalah gandum yang basi. Mereka membela kaum papa, ya Allah. Mereka mencintai kaum fuqara dan masakin.
Mereka relakan lidah dan perutnya mengecap makanan basi, asalkan kaum fakir-miskin bisa memakan makanan yang lezat. Allahumma Isyhad, saksikanlah ya Allah, saksikanlah,” bibir Rasulullah berbisik lembut..
Sayyidah Fathimah tersadar kalau di luar pintu rumah, sang ayah sedang berdiri tegak. “Duhai ayahnda, ada apa gerangan ayah menangis?”
Rasulullah tak tahan mendengar pertanyaan itu.
Setengah berlari ia memeluk putri kesayangannya sambil berujar,
“Surga untukmu, Nak...Surga untukmu.”
Demikianlah, menurut Ibnu Rafi’i, keluarga Rasulullah Saw pada hari ‘Idul Fitri menyantap makanan yang basi dan bau.
Ibnu Rafi’i berkata, “Aku diperintahkan oleh Rasulullah Saw agar tidak menceritakan tradisi keluarganya setiap ‘Idul Fitri dan aku pun simpan kisah itu dalam hatiku.
Namun, selepas Rasulullah Saw wafat, aku takut dituduh menyembunyikan Hadits, maka aku ceritakan hal ini agar menjadi pelajaran bagi segenap kaum Muslimin.”
(Musnad Imam Ahmad, jilid 2, hlm. 232).
Mudah mudahan setelah membaca kisah ini, kerinduan dan kecintaan kita KPD Rasulullah Saw dan Keluarganya bertambah sehingga kelak kita dikumpulkan bersama beliau
Aamiin Yaarabbal 'Alamiin
اللّٰهمّ صلّى عل سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد ❤️
🥀
Konten Islam
Islampos
MEMOHON perlindungan kepada Allah dari kekufuran dan kemunafikan merupakan bukti adanya perasaan takut terhadap penyebab hilangnya iman. Ini merupakan bukti bahwa seseorang sangat perhatian terhadap imannya.
Allah mencontohkan salah satu doa Nabi Ibrahim,
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Jauhkanlah diriku dan anak keturunanku dari mennyembah berhala. (QS. Ibrahim: 35)
Ada seorang ulama bernama Ibrahim at-Taimi, ketika membaca ayat ini beliau berkomentar,
ومن يأمن البلاء بعد إبراهيم؟
“Siapa yang merasa aman dari bala’ setelah Ibrahim?” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Maksud beliau, Ibrahim sangat menghargai imannya dan beliau sangat ketakutan dengan sebab kekufuran, hingga memohon perlindungan kepada Allah dari kesyirikan. Siapakah kita dibandingkan beliau? Padahal kita tidak pernah memohon perlindungan seperti yang diucapkan Ibrahim.
Ada beberapa doa yang diajarkan dalam al-Quran dan sunah, yang isinya permohonan perlindungan dari kekafiran dan kemunafikan,
Pertama, Doa Nabi Ibrahim ‘alaihis shalatu was sallam,
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الْأَصْنَامَ – رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ
Jauhkanlah diriku dan anak keturunanku dari mennyembah berhala. Ya Allah, berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak orang. (QS. Ibrahim: 35 – 36).
Kedua, memohon hidayah dan taufiq
Hakekat memohon hidayah, berarti memohon untuk diberikan jalan istiqamah di atas kebenaran dan dilindugi dari setiap kekufuran dan kemunafikan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca doa,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu hidayah, ketaqwaan, terjaga kehormatan, dan kekayaan. (HR. Ahmad 3950 & Muslim 7079).
Ketiga, doa dari kekufuran dan kemunafikan
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْفَقْرِ وَالْكُفْرِ ، وَالْفُسُوقِ ، وَالشِّقَاقِ ، وَالنِّفَاقِ ، وَالسُّمْعَةِ ، وَالرِّيَاءِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekufuran, kefasikan, kedurhakaan, kemunafikan, sum’ah, dan riya’.”
Doa ini diriwayatkan oleh al-Hakim (1944) dan dishahihkan al-Albani.
Keempat, perlindungan dari syirik, yang disadari maupun yang tidak disadari
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu, jangan sampai aku menyekutukan-Mu sementara aku menyadarinya, dan aku memohon ampun kepada-Mu untuk yang tidak aku sadari.
Doa ini dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyebutkan tentang bahaya syirik,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَلشِّرْكُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ ، أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى شَيْءٍ إِذَا قُلْتَهُ ذَهَبَ عَنْكَ قَلِيلُهُ وَكَثِيرُهُ
Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh syirik itu lebih samar dibandingkan jejak kaki semut. Maukah kutunjukkan kepada kalian satu doa, jika kalian mengucapkannya, maka syirik akan menjauhimu yang seidkit maupun yang banyak.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa di atas. (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad 716 dan dishahihkan al-Albani).
Kelima, doa sahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu,
Beliau rajin membaca doa berikut,
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ ، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran… ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur… laa ilaaha illaa anta…
Sahabat Abu Bakrah membaca ini diulang 3 kali setiap pagi dan sore. Ketika beliau ditanya alasannya, beliau mengatakan,
إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو بِهِنَّ ، فَأُحِبُّ أَنْ أَسْتَنَّ بِسُنَّتِهِ
Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa dengan doa ini, dan aku ingin meniru sunah beliau. (HR. Abu Daud 5092, Nasai 5482 dan dihasankan al-Albani).
Semoga doa-doa di atas bisa kita rutinkan.
Dan yang tidak kalah penting adalah selalu menghadirkan perasaan butuh terhadap hidayah dan bimbingan Allah, karena Allah melihat hati kita. Jangan sampai muncul perasaan, saya tidak butuh hidayah karena tidak mungkin tersesat. Perasaan semacam ini berbahaya, karena dia merasa sombong dengan kondisinya. Wallahu a’lam. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH
Bacaan-Bacaan Dzikir Ringan dengan Pahala Melimpah
Eramuslim
Keutamaan dzikir banyak diungkapkan dalam kitab-kitab ulama. Salah satunya Riyadh as-Shalihin karya Imam an-Nawawi.
Dalam kitabnya tersebut, Imam Nawawi mengawalinya dengan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda:
كَلِمَتانِ خَفِيفَتانِ علَى اللِّسانِ، ثَقِيلَتانِ في المِيزانِ، حَبِيبَتانِ إلى الرَّحْمَنِ: سُبْحانَ اللَّهِ العَظِيمِ، سُبْحانَ اللَّهِ وبِحَمْدِهِ
”Dua kalimat yang ringan diucapkan, namun berat dalam timbangan serta dicintai Allah yang Mahapenyayang adalah subhanallah wa bihamdihi, subhanallah al-Azhim.” (Muttafaqun ‘Alaihi disepakati oleh para ahli hadits).
Hadits serupa juga diriwayatkan Muslim dari Abu Malik Al-Asy’arie yang maknanya adalah kebersihan itu separuh dari iman dan Alhamdulillah itu memberatkan timbangan, sedangkan Subhanalllah walhamdulillah didengar mereka yang ada di langit dan bumi. Juga, dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
سُبحانَ اللهِ والحمدُ للهِ ولا إلهَ إلَّا اللهُ واللهُ أكبَرُ أحَبُّ إليَّ ممَّا طلَعَتْ عليه الشَّمسُ
”Subhanallah (tasbih), walhamdulillah (tahmid), wa laailaha illa Allah (tahlil), dan Allahu Akbar (takbir), lebih aku sukai dari apa yang matahari muncul atasnya.” (HR Muslim)
Rasulullah SAW bersabda:
من قالَ: لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وحْدَهُ لا شَرِيكَ له، له المُلْكُ وله الحَمْدُ، وهو علَى كُلِّ شيءٍ قَدِيرٌ، في يَومٍ مِئَةَ مَرَّةٍ، كانَتْ له عَدْلَ عَشْرِ رِقابٍ، وكُتِبَتْ له مِئَةُ حَسَنَةٍ، ومُحِيَتْ عنْه مِئَةُ سَيِّئَةٍ،
“Siapa yang mengucapkan Laa ilaha Illa Allah wahdahu laa syarika lah, lahu al-Mulku, walahu al-Hamdu, wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir setiap hari 100 kali, maka baginya akan ditulis 10 keadilan budak, dicatat 100 kebajikan dan dihapuskan 100 kemiskinan.”
Orang miskin yang tidak mau beribadah kepada Allah SWT sebab kemiskinannya Maka Allah akan memanggil Nabi Ayub sebagai itibar bagi si miskin.
Dimana kisah nabi
Ayub AS dari seorang yang kaya raya, mempunyai tubuh yang kuat, memiliki banyak hewan ternak serta tanah
yang sangat luas.di uji oleh Allah SWT dengan kemiskinan, ditimpakan
penyakit bertahun-tahun lamanya. Beliau
memiliki keluarga dan banyak keturunan. Kemudian Allah mengambil semuanya
kecuali istri dan dua orang saudaranya.
tetapi nabi Ayub AS
tidak berkeluh kesah malah bertambah-tambah ibadahnya kepada Allah SWT
Salah satu hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
yang diriwayatkan oleh Anas ibn Malik, sebagaimana disebutkan Abu Ya‘la dan Abu
Nu‘aim, mengisahkan: إِنَّ نَبِيَّ اللهِ أَيُّوبَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِثَ فِي بَلائِهِ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ سَنَةً فَرَفَضَهُ الْقَرِيبُ وَالْبَعِيدُ إلاَّ رَجُلَيْنِ مِنْ إِخْوَانِهِ كَانَا مِنْ أَخَصِّ إِخْوَانِهِ كَانَا يَغْدُوَانِ إِلَيْهِ وَيَرُوحَانِ
Artinya, “Sesungguhnya Nabiyullah Ayub ‘alaihissalam berada dalam ujiannya
selama delapan belas tahun. Baik keluarga dekat maupun keluarga jauh menolaknya
kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya. Kedua saudara itulah yang
selalu memberinya makan dan menemuinya.”
Meski melewati sederet ujian panjang, beliau tetap
bersabar, tetap tegar, tak pernah mengeluh, tak pernah resah dan gelisah, apalagi
gundah dan marah, hingga Allah kembali memberikan jalan kesembuhan atas
penyakit yang dideritanya, mengembalikan semua harta dan anak-anaknya, dan
mengeluarkannya dari berbagai kemelut serta keterpurukan.
Kisah
Nabi Ayub adalah kisah yang sarat akan hikmah serta pelajaran. Kisah Nabi dan
Rasul yang mulia ini mengajarkan kepada kita terutama mengenai ujian kesabaran
dan bagaimana seharusnya kita menyikapi ujian dari Allah.
Nabi Ayub
selama 120 tahun hidupnya mengajarkan kepada kita mengenai arti dari kesabaran
dan bagaimana menghadapi ujian.
Beliau diuji sangat berat berupa
dicabutnya seluruh kesenangan di dunia hingga tidak mampu untuk sekedar bekerja
mencari makan.
Oleh sebab itu, ketika kita
menerima ujian di dunia, jangan pernah menyerah dan ikutilah cara Nabi Ayub
alaihissalam menghadapinya.
Islampos / Laras Setiani
SATU hal yang harus selalu senantiasa ada dalam hati kita adalah bahwa semua pencapaian-pencapaian yang bisa kita raih itu sejatinya semua anugerah Allah SWT.
Jangan sampai seorang muslim seperti Qarun, yang ketika ia memiliki kekayaan yang memukau manusia dan ia ditanya mengapa ia bisa seperti ini, jawaban Qarun: “Aku bisa seperti ini karena ilmuku, karena usahaku” (Qs. Al Qashash: 78).
Maka kita hendaklah selalu ingat kepada Allah SWT, Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimussholihat, bahwa apa-apa yang kita peroleh semua atas kehendak Allah.
Rasulullah SAW merupakan makhluk paling mulia, manusia paling indah yang pernah menginjakkan kaki dibumi bahkan melakukan sholat sampai kakinya bengkak. Ketika ditanya oleh Aisyah radhiyallahu ta’ala “Wahai Rasul, dosamu semua telah diampuni, yang lalu dan yang akan datang. Tapi mengapa engkau masih sholat sampai kakimu bengkak?”
Jawaban Rasulullah “Apakah tidak pantas aku sebagai hamba yang mensyukuri nikmat Allah?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah SWT berfirman (yang artinya), “Aku tidak Menciptakan Jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Zariyat: 56).
Maka ingatlah, apapun yang kita lakukan, apapun yang kita dapatkan, apapun profesi kita semua hanya untuk mengadi kepada Allah SWT.
Terkadang orang menganggap bahwa kenikmatan itu adalah uang, sehingga hidup dengan menimbun harta. Padahal Allah tidak melarang kita bekerja tetapi jika sampai harta itu kita timbun, maka itu sudah tidak bermanfaat lagi melainkan mejadi petaka buat kita.
Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami Menguji mereka, siapakah diantaranya yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al-Kahf: 7)
Dahulu di zaman Rasulullah SAW ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah. Lalu ia bertanya: “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling dicintai oleh Allah? Dan apa amalan yang paling dicintai oleh Allah?.”
Maka Rasulullah SAW bersabda, ”manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat untuk manusia. Dan amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kegembiraan yang engkau masukan ke hati seorang mukmin, atau engkau hilangkan salah satu kesusahannya, atau engkau membayarkan hutangnya, atau engkau hilangkan kelaparannya. Dan aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih aku cintai daripada ber-i’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan lamanya. Dan siapa yang menahan marahnya maka Allah akan tutupi auratnya. Barangsiapa yang menahan marahnya padahal ia bisa menumpahkannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan di hari kiamat. Dan barangsiapa berjalan bersama saudaranya sampai ia memenuhi kebutuhannya, maka Allah akan mengokohkan kedua kakinya di hari ketika banyak kaki-kaki terpeleset ke api neraka” (HR. Ath Thabrani)
Ingatlah ketika Rasulullah mengatakan bahwa manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat untuk manusia, maka jadikanlah profesi yang kita ampuh agar selalu bermanfaat untuk orang lain. Dan ingatlah selalu, apapun profesi kita, kita tetap hamba Allah yang diperintahkan untuk mengabdi kepada Allah.
Maka jadikanlah profesi itu sebagai sarana beribadah kepada Allah SWT. Apa yang kita lakukan itu hanyalah sebagai sarana, dan sesuatu yang terjadi itu semua karena kehendak Allah SWT. []
Islampos
HAMPIR semua orang di dunia ini, terutama orang dewasa, baik itu laki-laki atau pun perempuan yang memiliki cermin di dalam rumahnya. Cermin ini bukan hanya dijadikan sebagai pajangan saja, melainkan untuk berias dan melihat rupa diri sendiri. Baik itu wajah maupun anggota tubuhnya.
Dalam Islam, ketika akan dan setelah melakukan sesuatu pasti ada doanya, begitu pula ketika bercermin. Kebanyakan orang Muslim lupa, atau bahkan mungkin tidak mengetahui doa ketika bercermin ini. Lalu seperti apa ya doanya?
Jika seseorang sedang bercermin, melihat wajah dan tubuhnya di cermin hendaknya membaca doa, “Alhamdulillah, kamaa hassanta kholqii fahassin khuluqi.” Yang memiliki arti, “Segala puji bagi Allah, ya Allah sebagaimana engkau telah baguskan ciptaan (bentuk/ rupa) ku, maka baguskanlah akhlakku.”
Lihatlah kandungan dari doa tersebut. Dalam doa itu terdapat suatu keinginan yang sangat mulia dari seorang Muslim terhadap Tuhan-Nya. Ketika melihat rupanya yang begitu sempurna, dengan memiliki anggota tubuh yang sehat, dan wajah yang rupawan membuatnya tergerak untuk memperbagus juga akhlaknya.
Karena setiap insan yang memiliki rupa menawan belum tentu memiliki akhlak yang baik. Jadi, rupa itu bukanlah jaminan seseorang akan berada di sisi Tuhan-Nya kelak. Melainkan, yang menjadi penentu ialah akhlak yang baik.
Doa tersebut, bukan hanya dapat kita lafalkan ketika bercermin saja. Akan tetapi, ketika berada dalam keadaan apa pun kita dapat melafalkannya. Karena kandungan yang dimiliki doa tersebut merupakan doa yang baik dari hamba terhadap Allah SWT.
Jadi, ingatlah kembali doa ini, dan cobalah untuk mengamalakannya. Maka, rasakanlah perubahan yang berbeda pada diri Anda. Wallahu ‘alam. []
Sumber: Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari/Karya: Mahdy Saeed Reziq Krezem/Penerbit: Media Da’wah
Wasiat Muhammad Al-Fatih: Hormati Ulama, Dan Jangan Mengusirnya
eramuslim.com – SAAT menjelang wafat, Muhammad Al Fatih menyampaikan wasiat kepada anaknya.
Wasiat ini melukiskan gambaran tentang jalan hidup, nilai- nilai, dan prinsip-prinsip keyakinan, serta impian-impiannya kepada pemimpin penggantinya. Berikut adalah isi wasiat Sultan kepada putranya:
“Tak lama lagi aku akan menghadap Allah Subhanahu wata’ala. Namun aku sama sekali tidak menyesal, sebab aku telah meninggalkan pengganti sepertimu. Maka jadilah engkau seorang pemimpin yang adil, saleh, dan pengasih. Rentangkan perlindunganmu kepada seluruh rakyatmu tanpa perbedaan.
Bekerjalah menyebarkan agama Islam, sebab ini merupakan kewajiban raja-raja di muka bumi. Kedepankan kepentingan agama atas kepentingan apa pun yang lain. Janganlah kamu lemah dan lalai dalam menegakkan agama.
Janganlah kamu sekaliß-kali mengangkat orang-orang yang tidak peduli agama sebagai pembantumu. Jangan pula kamu mengangkat orang-orang yang tidak menjauhi dosa-dosa besar dan larut dalam perbuatan keji. Hindari bid’ah-bid’ah yang merusak. Jauhi orang-orang yang menyuruhmu melakukan itu.
Lakukan perluasan negeri ini melalui Jihad. Jagalah harta Baitul Mal jangan sampai dihambur-hamburkan. Jangan sekali-kali engkau mengulurkan tanganmu untuk mengambil harta rakyatmu, kecuali sesuai aturan Islam. Himpunlah kekuatan orang-orang lemah dan fakir, dan berikan penghormatanmu kepada orang-orang yang berhak.
Ulama itu laksana kekuatan yang ada di dalam tubuh bangsa, maka hormatilah mereka. Jika kamu mendengar ada seorang ulama di negeri lain, ajaklah dia agar datang ke negeri ini dan cukupilah kehidupannya.
Hati-hatilah jangan sampai kamu tertipu dengan harta benda dan banyaknya jumlah tentara. Jangan sekali-kali kamu mengusir ulama dari pintu-pintu istana. Janganlah kamu melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam. Sebab agama merupakan tujuan kita, hidayah Allah adalah manhaj hidup kita, dan dengan agama pula kita menang.
Ambillah pelajaran ini dariku. Aku datang ke negeri ini laksana semut kecil lalu Allah karuniakan kepadaku nikmat yang sangat besar. Maka berjalanlah seperti apa yang aku lakukan. Bekerjalah kamu untuk meninggikan agama Allah dan hormatilah ahlinya.
Janganlah kamu menghambur-hamburkan harta negara dalam foya-foya dan senang-senang, atau kamu pergunakan lebih dari yang sewajarnya. Sebab itu semua merupakan pintu-pintu menuju kehancuran.” (kalam)