Senin, 21 September 2015

PESAN UNTUK ANAKU



Assalamualaikum semua

Pesan Berharga untuk Anak, Utamanya Anak Laki-laki :
Apabila Ibu /Ayah kita meninggal, turunlah dalam liang kubur dan sambutlah mayat beliau, buka papan penutup keranda (tempat usungan mayat), angkat mayat Ibu /Ayah kita.
Biarkan kita yang memutarkan mayat Ibu /Ayah kita menghadap ke kiblat. Kita yang melakukan!!! Bukan hanya menyaksikan saja orang lain yang melakukan.

Allahu Robbi… ” Ibu.. Terakhir kali ini aku melihat Ibu”. Biarkan kita yang melerai ikatan di kepala dan di tubuh beliau..
Pegang perlahan-lahan badan Ibu kita, arahkan beliau dengan baik-baik, ambil gumpalan tanah dan letakkanlah di belakang tengkok Ibu kita.

“Ibu, terakhir kali inilah aku melihat engkau”. Terlintas dalam hati kita sambil memegang Ibu kita… Ingat sejak kita bayi, tangan Ibu kita ini yang menyuapi makanan ke mulut kita.
Ingat hari pertama kita bisa berjalan, muntah, BAB, beliau lah orang yang tidak pernah sedikit pun menolak.
Sebagaimana pun jahatnya anak terhadap beliau, kita tetap anak beliau dan selalu diterima sebagai anak beliau.

Naiklah ke atas dan duduklah di tepi makam Beliau. Hari terakhir ini lihatlah, tidak ada benda apapun yang bisa kita berikan untuk bekal beliau kecuali hanya Doa:
“Ya Allah.. Aku angkat tanganku Ya Allah.. Aku ridho Kau ambil Ibu ku Ya Allah.. Dia yang melahirkan aku..
Ya Allah hari ini aku tinggal dia Ya Allah, aku serahkan dia atas urusan Mu belaka Ya Allah.
Aku tadahkan tanganku Ya Allah.. Aku memohon dengan sangat-sangat Kau ampunkan dosa-dosa Ibu ku, tolong Ya Allah..
Kasihani Ibu ku Ya Allah.. Aku adalah hasil didikan dari dia. Ya Allah sayangi dia Ya Allah.

Maka akan beruntunglah Ibu kita, apakah Allah akan menolak doa itu?
Allah tak akan menolak doa ikhlas yang datang dari seorang anak.

Pesan ini buat Saudara2ku +. Anak2ku. Serta cucu2ku yang selagi Ibu /Ayahnya masih hidup.
Dan Bagi sahabat-sahabat yang Ibu/ Ayah telah tiada, mari kita bersama-sama mendo’akan mereka

Selasa, 15 September 2015

CARA SEHAT



"TIDAK ADA PASIEN DATANG KE KLINIK.."
Ada seorang dokter membuka klinik di Tanah Suci (Makkah Mukarramah). Selama 6 bulan praktek, tidak ada seorang pasienpun yang datang untuk berobat. Hingga beliau merasa heran, apakah orang-orang di sini tidak pernah sakit?
Akhirnya beliau temukan jawabannya, dari salah seorang muslim di sana :
Bila kami sakit,
ikhtiar pertama 
yg kami lakukan ialah :shalat dua rakaat, dan memohon kesehatan kpd ALLOH .       InsyaALLOH sembuh dengan ijin dan kasih sayangNya. Kalau belum sembuh,
Ikhtiar ke-dua.
Yaitu baca Al Fatihah/surat2 lain, tiupkan pada air dan minum. Dan alhamdulillaah kami akan sehat. Inilah Ruqyah utk diri sendiri. Tapi kalau belum sehat juga, kami lakukan 
ikhtiar yg ke-tiga.
Yaitu bersedekah, dengan niat mendapatkan pahala kebaikan, & dijadikan jalan penyembuh sakit kami. InsyaALLOH akan sembuh. Kalau tidak sembuh juga, kami akan tempuh 
ikhtiar yg ke-empat.
Yaitu banyak2 istighfar, untuk bertaubat. Sebab, Nabi ﺻﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ beritahu kami, bahwa sakit adalah salah satu sebab diampuninya dosa2. Kalau belum sembuh juga, baru kami lakukan 
ikhtiar yg ke-lima.
Yaitu minum madu dan habbatussauda'.
Ikhtiyar yg ke-enam 
yaitu dengan mengonsumsi makanan herbal, seperti bawang putih, buah tin, zaitun, kurma, dan lain-lain, seperti disebut dalam Al Qur'an.
Dan,Alhamdulillah. Laa hawlaa wa laa quwwataa illaa billaah. Jika belum sembuh, baru kami 
ikhtiar ke-tujuh 
yaitu pergi ke dokter muslim yg shalih.
InsyaALLOH akan diberi kesembuhan dari ALLOH SWT. Aamiin..
Wallaahu a'lam..

Kalau di Negara Berkembang, ketika kita sakit :
1. Googling di internet gejala sakit apa ya kira2.
2. Beli obat di apotik, bila sakit berlanjut 3. Datang ke dokter dan minta obat. Kalau belum sembuh juga, 4. Pindah ke dokter lain, dokternya nggak cocok, belum sembuh lagi, 5. Cari informasi temen-temen, obat herbal atau pengobatan alternatif, bila makin parah.
6. Konsultasi ke ustad, kira-kira selama di dunia dosa apa, dan amalan-amalan apa yang harus dilakukan untuk menyembuhkan sakit.
Selanjutnya baru bertaubat kepada ALLOH atas segala dosa dan khilaf dan berdoa kepada ALLOH memohon kesembuhan.
Itu pada umumnya yaa.....
Makanya bisnis obat-obatan di Negara-Negara Berkembang laku keras, kuliah di kedokteran keren bingiits, obat herbal booming...
Nah dari cerita dokter di Mekkah tersebut, kita seharusnya bisa mengambil pelajaran dan bisa mencontoh penduduk di sana, bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim ketika dihadapkan pada kondisi sakit. Seorang muslim hendaknya menyandarkan segala kondisinya hanya kepada ALLOH Ta'ala. Sehingga ketika sakitpun, ikhtiar utama (mayoritas) yang kita lakukan adalah mendekatkan diri pada ALLOH melalui shalat, taubat, istighfar, dan do'a. Barulah kemudian iktiyar2 yg sifatnya secara 'materi'.
Semoga saudaraku yang kini tengah sakit, segera diberi kesembuhan oleh ALLOH Ta'ala, semoga menjadi penggugur dosa2nya. Aamiin.

Doa sakit yang diajarkan Rosul saw :
Yaa ALLOH , Tuhan seluruh manusia, hilangkanlah sakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah As-Syafi (Sang Penyembuh), tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit. (HR. Bukhari 5675 dan Muslim 2191).           
Semoga bermanfaat.

BUYA HAMKA



BELAJAR MEMAAFKAN DARI BUYA HAMKA.                                    
Janganlah pandang hina musuhmu, karena jika ia menghinamu, itu ujian tersendiri bagimu..”(Syair Imam Syafi’i)

HAJI Abdul Malik Karim Amrullah atau bisa dikenal dengan Buya Hamka adalah ulama besar yang meninggalkan jejak kebaikan bagi umat dan bangsa ini. Semasa hidup, ulama kelahiran Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908, ini dikenal sebagai sosok ulama yang santun dalam bermuamalah, namun tegas dalam akidah. “Kita sebagai ulama telah menjual diri kita kepada Allah, tidak bisa dijual lagi kepada pihak manapun,”demikian tegasnya ketika dilantik sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Hamka salah seorang ulama yang mendapat gelar Doktor Honouris Causa dari Universitas Al-Azhar, Mesir, karena kiprah dakwahnya dalam membina umat. Ia dikenal dengan fatwanya ketika menjabat sebagai Ketua MUI, yang mengeluarkan fatwa haram bagi umat untuk Islam mengikuti “Perayaan Natal Bersama”. Ia juga yang menolak undangan untuk bertemu Paus, pemimpin Katholik dunia, ketika datang berkunjung ke Istana Negara pada masa Presiden Soeharto. Dengan tegas, Buya Hamka mengatakan perihal penolakannya bertemu Paus tersebut, “Bagaimana saya bisa bersilaturrahmi dengan beliau, sedangkan umat Islam dengan berbagai cara, bujukan dan rayuan, uang, beras, dimurtadkan oleh perintahnya?”

Demikian ketegasan Buya Hamka dalam soal akidah. Namun dalam bermuamalah, ia santun dan lembut, sikapnya mencerminkan pribadinya. Ia sosok pemaaf, tak pernah menaruh dendam…

Baru-baru ini, anak kelima dari Buya Hamka, Irfan Hamka, merilis ulang sebuah buku yang menggambarkan tentang sosok dan pribadi ulama tersebut. Buku berjudul “Ayah” itu menceritakan pengalaman hidup Irfan Hamka bersama sang ayah, dan suka duka perjalanan hidup ayah tercintanya, baik sebagai tokoh agama, politisi, sastrawan, dan kepala rumah tangga. Sebelumnya, putra kedua Buya Hamka, Rusjdi Hamka, juga pernah menulis buku yang mengisahkan tentang sosok sang ayah, yang berjudul “Pribadi dan Martabat Buya Hamka.”

Ada hal menarik yang diceritakan dalam buku “Ayah” tersebut. Terutama tentang bagaimana sosok pribadi Buya Hamka ketika menghadapi orang-orang yang pernah memfitnah, membenci, dan memusuhinya. Sebagai ulama yang teguh pendirian, tentu ada pihak yang tak suka dengan sikapnya. Irfan Hamka menceritakan bagaimana sikap Buya Hamka terhadap tiga orang tokoh yang dulu pernah berseberangan secara ideologi, memusuhi, membenci, bahkan memfitnahnya. Ketiga tokoh tersebut adalah Soekarno (Presiden Pertama RI), Mohammad Yamin (tokoh perumus lambang dan dasar negara), dan Pramoedya Ananta Toer (Budayawan Lekra/Lembaga Kebudayaan Rakyat, organisasi seni dan budaya yang berafiliasi pada Partai Komunis Indonesia).

Betapapun ketiga tokoh itu membenci dan memusuhi Buya Hamka, namun akhir dari kesudahan hidupnya mereka justru begitu menghormati dan menghargai pribadi dan martabat Buya Hamka.

Soekarno ketika menjabat sebagai Presiden RI dan memaksakan ideologi Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis), menahan Buya Hamka selama dua tahun empat bulan dengan tuduhan yang tidak main-main: terlibat dalam rencana pembunuhan Presiden Soekarno. Pada 28 Agustus 1964, Buya Hamka ditangkap dan dijerat dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Anti Subversif Pempres No.11. Hamka ditahan tanpa proses persidangan dan tanpa diberikan hak sedikitpun untuk melakukan pembelaaan. Tak hanya itu, buku-buku karyanya pun bahkan dilarang untuk diedarkan. Hamka dijebloskan ke penjara, diperlakukan bak penjahat yang mengancam negara. Begitu zalimnya sikap Soekarno terhadap ulama tersebut.

Namun apa yang terjadi, setelah bebas dari penjara, dan Buya Hamka sudah mulai beraktivitas kembali, sementara kekuasaan Soekarno sudah terjungkal, peristiwa mengharukan terjadi. Soekarno yang mulai hidup terasing dan sakit-sakitan, di akhir hayatnya kemudian menitipkan pesan kepada orang yang dulu pernah dizaliminya. Pesan tersebut disampaikan kepada Buya Hamka lewat ajudan Presiden Soeharto, Mayjen Soeryo, pada 16 Juni 1970. Isi pesan tersebut berbunyi, “Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku..”

Hamka terkejut, pesan tersebut ternyata datang seiring dengan kabar kematian Soekarno. Tanpa pikir panjang, ia kemudian melayat ke Wisma Yaso, tempat jenazah Bung Karno disemayamkan. Sesuai wasiat Soekarno, Buya Hamka pun memimpin shalat jenazah tokoh yang pernah menjebloskannya ke penjara itu. Dengan ikhlas ia menunaikan wasiat itu, mereka yang hadir pun terharu. Lalu, apakah Buya Hamka tidak menaruh dendam pada Soekarno. Dengan ketulusan ia mengatakan, “Saya tidak pernah dendam kepada orang yang pernah menyakiti saya. Dendam itu termasuk dosa. Selama dua tahun empat bulan saya ditahan, saya merasa itu semua merupakan anugerah yang tiada terhingga dari Allah kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan kitab tafsir Al-Qur’an 30 juz. Bila bukan dalam tahanan, tidak mungkin ada waktu saya untuk menyelesaikan pekerjaan itu…”

Peristiwa mengharukan tentang kebesaran jiwa Buya Hamka dalam memaafkan orang-orang yang pernah membencinya adalah terkait dengan kematian Mohammad Yamin, salah seorang founding father negeri ini, tokoh kebangsaan yang juga termasuk perumus dasar dan lambang negara. Meski berasal dari Sumatera Barat, namun Yamin adalah produk pendidikan sekular. Ia aktif di Jong Sumatranen Bond (Ikatan Pemuda Sumatra) yang bercorak kesukuaan dan sekular. Ia juga menjadi anggota Gerakan Theosofi, sebuah organisasi kebatinan yang juga mengedepankan sekularisme dan paham kebangsaan.

Mohammad Yamin begitu membenci Buya Hamka karena perbedaan ideologi. Ia aktif di Partai Nasionalis Indonesia (PNI), sedangkan Buya Hamka aktif di Partai Masyumi. PNI menginginkan Pancasila sebagai dasar negara, sementara Partai Masyumi berpegang teguh pada sikap ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara. Kebencian Yamin tersulut, ketika dalam Sidang Majelis Konstituante, dengan lantang Buya Hamka berpidato dan mengatakan, “Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke neraka!”

Pidato Buya Hamka yang tegas tersebut kemudian menyulut kebencian Mohammad Yamin. Ia menyuarakan kebenciannya kepada Hamka dalam berbagai kesempatan, baik ketika dalam ruang Sidang Konstituante, ataupun dalam berbagai acara dan seminar. “Rupanya bukan saja wajahnya yang memperlihatkan kebencian kepada saya, hati nuraninya pun ikut membeci saya,” begitu kata Buya Hamka.

Tahun 1962, Mohammad Yamin jatuh sakit dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Buya Hamka memantau perkembangannya lewat radio dan media massa cetak. Hingga tiba pada suatu hari, Chaerul Saleh, menteri di kabinet Soeharto menelponnya dan ingin menyampaikan kabar mengenai kesehatan Mohammad Yamin. Chaerul Saleh kemudian menagatakan kepada Hamka, “Buya, saya membawa pesan dari Pak Yamin. Beliau sakit sangat parah. Sudah berhari-hari dirawat. Saya sengaja menemui Buya untuk menyampaikan pesan dari Pak Yamin, mungkin merupakan pesan terakhir beliau,” ujarnya.

Hamka yang tertegun kemudian bertanya, “Apa pesannya?” Sang menteri itu kemudian mengatakan,”Pak Yamin berpesan agar saya menjemput Buya ke rumah sakit. Beliau ingin menjelang ajalnya, Buya dapat mendampinginya. Saat ini, pak Yamin dalam keadaan sekarat,”terangnya. Selain itu, kata sang menteri, “Beliau mengharapkan sekali, Buya bisa menemaninya sampai ke dekat liang lahatnya.” Kepada Buya Hamka, Menteri Chaerul Saleh itu juga mengatakan, Yamin khawatir, masyarakat Talawi, Sumatera Barat, tempatnya berasal, tidak berkenan menerima jenazahnya.

Mendengar penuturan Chaerul Saleh, saat itu juga Buya Hamka kemudian minta diantar ke RSPAD, tempat Yamin terbaring sakit. Melihat kedatangan Hamka, Yamin yang tergolek lemah kemudian melamabaikan tangan. Hamka mendekatinya, kemudian menjabat hangat tangannya. Yamin memegang erat tokoh yang dulu pernah dimusuhinya itu. Sementara Hamka terus membisikan ke telinga Yamin surat Al-Fatihah dan kalimat tauhid, “Laa ilaaha illallah.” Dengan suara lirih, Yamin mengikuti. Namun tak berapa lama, tangannya terasa dingin, kemudian terlepas dari genggaman Buya Hamka.

Mohammad Yamin menghembuskan nafas terakhirnya disamping sosok yang dulu menjadi seterunya. Di akhir hayat, tangan keduanya berpegangan erat, seolah ingin menghapuskan segala sengketa yang pernah ada. Orang yang hadir ketika itu mungkin terlibat dalam keharuan yang sangat. Memenuhi wasiat Yamin, Hamka pun kemudian turut mengantar jenazah salah seorang tokoh nasional itu sampai ke pembaringan terakhirnya.

Cerita terakhir adalah tentang Buya Hamka dan Pramoedya Ananta Toer. Keduanya berseberangan secara ideologi. Pram, sapaan akrab sastrawan itu, menyuarakan aspirasi kaum kiri dan aktif di Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang dekat dengan PKI. Lewat rubrik Lentera di Surat Kabar Bintang Timoer, Pram dan kawan-kawannya tak henti-hentinya menyerang Hamka. Karya-karya novel Hamka dituding sebagai plagiat, pribadinya diserang sedemikian rupa. Fitnah dan penghinaan itu tak lain adalah karena Buya Hamka adalah seorang sastrawan yang anti Komunis, tokoh Muhammadiyah dan Masyumi.

Namun takdir perseteruan itu menemukan jalan ceritanya yang sungguh mengharukan. Suatu ketika, Astuti, putri Pramoedya mengutarakan keinginannya untuk menikah. Ia sudah menentukan calon pendamping bernama Daniel Setiawan. Pram tentu bersenang hati atas keinginan anaknya tersebut. Namun ada satu ganjalan di hatinya, sang calon menantu yang berasal dari peranakan etnis Tionghoa, ternyata berlainan keyakinan dengan putrinya. “Saya tidak rela anak saya kawin dengan orang yang secara kultur dan agama berbeda,” demikian ujar Pram, sebagaimana disampaikannya kepada Dr. Hoedaifah Koeddah, dokter yang mengobatinya dan dekat dengan keluarganya.

Singkat cerita, Pram kemudian meminta putri dan calon menantunya itu untuk datang menemui Buya Hamka, sosok ulama yang menjadi seterunya. Ia meminta calon menantunya itu untuk belajar Islam kepada Hamka. “Saya lebih mantap   calon menantuku untuk diislamkan dan belajar agama pada Hamka, meski kami berbeda paham politik,” demikian Pram menjelaskan.

Bersama Astuti, sang calon menantu Pram itu kemudian mendatangi kediaman Buya Hamka. Ia menceritakan maksud kedatangan, agar Buya bersedia mengajarkan kekasihnya itu ajaran-ajaran Islam. Setelah itu, ia memperkenalkan diri sebagai anak dari Pramoedya Ananta Toer. Buya Hamka tertegun sejenak, raut wajahnya seperti ingin meneteskan air mata. Ia kemudian dengan ikhlas membimbing sejoli itu untuk belajar Islam. Tak lupa pula, ia menitipkan salam untuk ayah sang putri itu. Suasana begitu haru.

Astuti, putri Pramoedya itu tak menyangka, sosok yang dulu begitu dibenci oleh ayahnya, ternyata adalah lelaki yang bersahaja dan berlapang dada. Ia sungguh terharu, dan berterimakasih bisa diterima untuk menimba ilmu agama. Mereka kemudian larut dalam kehangatan dan melupakan segala dendam.

Begitulah sosok Buya Hamka. Ulama yang tegas dan bersahaja. Lelaki yang tak pernah memelihara dendam dalam hatinya, meski musuh yang begitu membencinya sudah tak berdaya. Ia berjiwa besar, berlapang dada, dan menganggap segala kebencian bisa sirna dengan saling memaafkan dan menebarkan cinta. Keteladanannya kini, tetap bersinar seperti mutiara…

UCAPAN BIASA TAPI BERBAHAYA



SEKILAS TERDENGAR BIASA TAPI BISA BERBAHAYA...

1. Saudara laki2nya bertanya saat kunjungan seminggu setelah ia melahirkan : " hadiah apa yang diberikan suamimu setelah engkau melahirkan?"

"tidak ada" jawabnya pendek.

saudara laki2 nya berkata lagi : "masa sih ... apa engkau tidak berharga disisinya? aku bahkan sering memberi hadiah istriku walau tanpa alasan yang istimewa"

siang itu ... ketika suaminya lelah pulang dari kantor menemukan istrinya merajuk dirumah, keduanya lalu terlibat pertengkaran.

sebulan kemudian antara suami istri ini terjadi perceraian.

dari mana sumber masalah ???

kalimat sederhana yang diucapkan saudara laki2 sang istri.

2. Saat arisan seorang ibu bertanya : "rumahmu ini apa tidak terlalu sempit ?? bukankah anak2 mu banyak ?"

rumah yang tadinya terasa lapang sejak saat itu mulai dirasa sempit oleh penghuninya.

ketenangan pun hilang saat keluarga ini mulai terbelit hutang kala mencoba membeli rumah besar dengan cara kredit ke bank .

3. Seorang teman bertanya : '' berapa gajimu sebulan kerja di toko si fulan ?"

ia menjawab : "1 juta rupiah"

"cuma 1 juta rupiah? sedikit sekali ia menghargai keringatmu. apa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu ?" tanya temannya lagi

sejak saat itu ia jadi membenci pekerjaannya.

ia lalu meminta kenaikan gaji pada pemilik toko.

pemilik toko menolak dan mem PHK nya.

kini ia malah tidak berpenghasilan dan jadi pengangguran.

4. Seseorang bertanya pada kakek tua itu : "berapa kali anakmu mengunjungimu dalam sebulan ?"

si kakek menjawab : "sebulan sekali"

yang bertanya menimpali : " wah keterlaluan sekali anak2 mu itu .. diusia senjamu ini seharusnya mereka mengunjungimu lebih sering"

Hati si kakek menjadi sempit padahal tadinya ia amat rela terhadap anak2 nya.

ia jadi sering menangis dan ini memperburuk kesehatan dan kondisi badannya.

Apa sebenarnya keuntungan yang kita dapat ketika bertanya seperti pertanyaan2 diatas?

Jagalah diri dari mencampuri kehidupan orang lain.
Mengecilkan dunia mereka, menanamkan rasa tak rela pada apa yang mereka miliki, mengkritisi penghasilan dan keluarga mereka, dst.

Kita akan menjadi agen kerusakan dimuka bumi dengan cara ini.

Bila ada bom yang meledak cobalah intropeksi diri.

Bisa jadi kitalah yang menyalakan sumbu nya.

Syeikh Abdul Qadir al-Jailani



KOMPLOTAN PERAMPOK INI TAKLUK KARENA KEJUJURAN

Dari kediamannya, Syeikh Abdul Qadir al-Jailani hendak menuju Baghdad. Menuntut ilmu. Oleh sang ibu, kiyai kharismatik ini dibekali beberapa dinar yang diletakkan di saku bajunya. Pesan sang ibu, “Jangan berbohong.”

Beliau yang masih belia kala itu, berangkat bersama kafilah dagang yang menuju lokasi serupa. Agak banyak. Malangnya, kafilah dagang itu dicegat oleh sekelompok perampok. Nyawa dan seluruh perbekalan pun terancam dirampas.

Sebab kecil dan tak terlihat tanda-tanda berharta, Syeikh Abdul Qadir pun tidak dihiraukan. Lama tertahan, hingga akhirnya ada satu orang perampok yang memerhatikannya. Iseng, si perampok bertanya, “Apakah kaum punya harta?”

Tak disangka, Syeikh kecil ini menyampaikan jawaban detail; sekian dinar, diletakkan di saku baju. Ditunjukkan. Sontak saja, si perampok pun heran. Lalu, dilaporkanlah kepada ketua perampok bahwa ada anak kecil yang jujur dalam rombongan kafilah dagang itu.

“Mengapa kamu berkata jujur?” bentak ketua perampok

“Ibuku berpesan demikian,” jawab Syeikh kecil. Kalem.

“Memangnya ibumu bisa melihatmu sekarang?” ineterogasinya kedua kali dengan bentakan yang lebih kencang.

“Betul, ibu tak melihatku saat ini.” Lanjut sang Syeikh menerangkan, “Saat aku berjanji untuk tidak berbohong kepada ibu, Allah Ta’ala Menyaksikanku. Dan kini, saat ibu tidak ada, Allah Ta’ala tetap Menyaksikanku.”

“Karenanya,” tutup sang Syeikh, “aku menyampaikan jawaban sejujurnya, sebagaimana keadaan diriku yang membawa sejumlah harta untuk belajar.”

Atas jawaban lugas nan berani itu, ketua perampok terhenyak. Di benaknya ada pertarungan antara nurani tulus dan perbuatan bengisnya selama ini. “Anak ini berkata jujur karena takut kepada Allah. Bagaimana dengan diriku yang selama ini tenggelam dalam kejahatan?”

“Wahai anak buahku,” teriak si ketua perampok, “kembalikan semua harta kafilah dagang, tanpa terkecuali.” Meski bingung, seluruh anggota perampok pun mengikuti perintah sang tuannya itu.

“Hai, anak kecil,” tanya ketua perampok kepada Syeikh Abdul Qadir, “ke manakah tempat tujuanmu?”

“Ke Baghdad. Menuntut ilmu.” Jawab Syeikh kecil berwibawa.

“Kami semua,” tegas ketua perampok, “akan ikut menuntut ilmu denganmu.”

Saat menceritakan kisah ini, Habib Ali Zainal Abidin al-Hamid mengatakan, “Inilah sekelompok orang yang pertama kali masuk Islam melalui ‘tangan’ Syeikh Abdul Qadir al-Jailani.”

Subhanallah, walhamdulillah, wa laailaha illallahu wallahu akbar.